Jumat, 30 November 2012

pengertian sepak bola


PERKEMBANGAN SEPAK BOLA DI INDONESIA

Organisasi sepakbola tertinggi di Indonesia (PSSI) sudah terbentuk sejak 19 April 1930 di Yogyakarta. Hingga kini tercatat sudah ada 14 orang yang menjabat sebagai ketua umum PSSI, sejak Soeratin Sosrosoegondo (1930-1940) hingga Nurdin Halid (2003-2011) sekarang. Indonesia sendiri mengklaim sebagai negara asia pertama yang turut serta dalam ajang Piala Dunia, pada tahun 1938 Indonesia berpartisipasi pada turnamen Piala Dunia meskipun saat itu menggunakan nama Hindia Belanda (saat itu Hindia Belanda hanya sekali bermain dan kalah 0-6 dari Hungaria).
Liga Indonesia bergulir sejak tahun 1931 dengan nama Perserikatan, dengan juara pertama kali VIJ Jakarta yang mengalahkan VVB Solo di Stadion Sriwedari Solo. Pada tahun 1979 diperkenalkan sebuah kompetisi baru yaitu Galatama (Indonesia dikabarkan menjadi pioner kompetisi semi-professional dan professional di Asia selain Liga Hong Kong), yang diprakarsai oleh Acub Zaenal, juara Galatama pertama kali adalah Warna Agung. Di kompetisi inilah cikal bakal penggunaan pemain asing di kompetisi sepakbola Indonesia, Fandi Ahmad (sekarang pelatih Pelita Jaya) adalah salah satu pemain asing yang ikut berkompetisi di Galatama.
Galatama dan Perserikatan akhirnya dilebur menjadi satu dengan nama Liga Indonesia pada tahun 1994. Sebelum dilebur, Persib Bandung menjadi juara Perserikatan (mengalahkan PSM Ujungpandang 2-0, di Jakarta) untuk terakhir kalinya, sedangkan juara Galatama yang terakhir adalah Pelita Jaya setelah mengalahkan Gelora Dewata 1-0. Liga Indonesia diharapkan menjadi embrio baru sepakbola profesional di Indonesia. Pada kompetisi Liga Indonesia yang pertama kali, Persib Bandung menjadi juara setelah mengalahkan Petrokimia Putra dengan skor 1-0. Tercatat dua kali Liga Indonesia harus terhenti di tengah jalan yaitu pada tahun 1998 (Politik) dan 2006 (Gempa bantul). Liga Indonesia juga sering berubah format kompetisi, dari format satu wilayah dan dua wilayah.
Sekarang format kompetisi di Indonesia berubah kembali, masih dengan semangat menciptakan profesionalisme sepakbola, Liga Super Indonesia digulirkan sejak tahun 2008. Untuk pertama kalinya, Persipura Jayapura menjadi juara Liga Super Indonesia dengan format satu wilayah dan kompetisi penuh. Namun kendala masih saja ada untuk menciptakan profesionalisme (baca : industri) sepakbola, salah satunya adalah masih bergantungnya pendanaan klub-klub Liga Super dari dana rakyat yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Sepakbola Indonesia

Banyak pencinta sepakbola di Indonesia merasa gemas dengan prestasi sepakbola bangsa ini. Seringkali kita membaca dalam sebuah tulisan atau mendengar dari pembicaraan, betapa sulitnya mencari 11 orang laki-laki di Indonesia dari hampir 80 juta penduduk laki-laki yang berusia antara 15-64 tahun (Juli 2009, www.cia.gov), yang bisa dan mampu bermain bola setara dengan pemain sepakbola kelas dunia. Apa sebenarnya yang salah dan bagaimana pemecahannya?
Sepakbola pada dasarnya adalah permainan yang sangat sederhana, hanya berlari dan menendang dan menyundul bola. Tujuan utama dalam sebuah pertandingan sepakbola adalah sebanyak-banyaknya memasukkan bola (gol) ke gawang lawan (beberapa pelatih tim nasional Indonesia lebih memilih tidak kebobolan banyak/defensif daripada berusaha mencetak banyak gol). Sesederhana itu sebuah permainan sepakbola, tidak membutuhkan sebuah perangkat khusus untuk memainkan sepakbola, bahkan anak-anak mampu bermain sepakbola. Namun begitu sulitnya sepakbola Indonesia berprestasi, bahkan di tingkat ASEAN sekalipun.
Prestasi tertinggi di kancah ASEAN adalah memenangi Sea Games pada tahun 1991, sudah lebih dari satu dasawarsa sepakbola Indonesia tidak mampu menjadi yang terbaik di ASEAN. Di ajang Piala AFF (dulu Piala Tiger) pun Indonesia belum pernah mencicipi trofi juara. Sungguh sebuah problematika yang unik di negara yang berperingkat 5 (kelima) dalam jumlah penduduknya ini.

Solusi Bagi Sepakbola Indonesia

Sepakbola Indonesia perlu pembenahan dalam banyak hal. Perbaikan sarana dan prasarana sampai kepada pembentukan pemain yang berkualitas adalah pekerjaan rumah yang maha berat bagi sepakbola Indonesia. Namun tidak ada yang tidak mungkin, selama kita mau berusaha. Stadion di Indonesia mulai berbenah, stadion-stadion baru direncanakan mulai dibangun. Konsep pembinaan pun mulai diperhatikan dengan adanya kewajiban bagi setiap klub Liga Super untuk memiliki tim dibawah usia 21 tahun, konsep ini perlu dikembangkan dengan mewajibkan klub memiliki akademi sepakbola.
Untuk menopang segala perbaikan tersebut tentunya membutuhkan dana. Sponsor dapat diperoleh dengan meningkatkan animo masyarakat dan perbaikan mental suporter. Televisi dan internet merupakan sarana tepat untuk mempromosikan dan meningkatkan animo masyarakat untuk menonton sepakbola Indonesia. Dengan banyaknya pemberitaan dan siaran langsung pertandingan sepakbola nasional, sponsor pun akan mendapat timbal balik dengan produknya lebih dikenal oleh masyarakat. Dengan masuknya sponsor, klub akan mampu berdikari, dan tidak ada lagi alasan kesulitan mencari dana (dengan pemahaman produk/apa yang akan dijual, sebenarnya pencarian sponsor bisa dimulai dari sekarang).
Sepakbola yang enak ditonton, dan tidak membuat orang takut untuk menonton di stadion akan sangat membantu sepakbola Indonesia. Mental suporter harus berbenah, benar-benar menjadi suporter sejati, bukan hanya sebagai provokator. Kerusuhan dan keonaran yang tercipta dalam sepakbola hanya akan membawa sepakbola Indonesia terkubur lebih dalam. Disinilah suporter ditantang untuk membenahi sepakbola dalam skala nasional, bukan hanya sebuah kebanggaan terhadap sebuah klub semata. Jadi mari kita rekatkan tangan dan bersama-sama membangun sepakbola Indonesia. Salam sepakbola!

Mengapa Sepakbola Indonesia Tak Berprestasi?

Prestasi sepakbola tidak didapat secara instan, perlu proses panjang untuk menciptakan sebuah prestasi. Salah satu pendukung terciptanya jalan menuju prestasi adalah kompetisi sepakbola yang baik, dan hal pertama yang perlu diperhatikan dalam kompetisi adalah pembinaan. Dalam konteks industri sepakbola saat ini, sepakbola adalah suatu sistem. Mulai dari wadah (kompetisi, BLI/PT Liga Indonesia sebagai produser), Regulator (PSSI sebagai induk organisasi sepakbola tertinggi) hingga pelaksana (klub, suporter dan semua komponen penyelenggara pertandingan) harus bersinergi dan memiliki satu visi yang sama yaitu memajukan sepakbola Indonesia.
Industri adalah sebuah bisnis, sepakbola sebagai sebuah industri tentunya berprospek meningkatkan income. Uang memang penting, namun yang lebih penting adalah bagaimana menciptakan iklim kompetisi yang kondusif bagi kepentingan industri sepakbola dan tentunya prestasi sepakbola nasional. Namun di Indonesia seringkali terjadi bahwa penyelenggara, regulator dan pelaksana di lapangan berjalan sendiri-sendiri. APBD yang seyogyanya harus dicoret dari sumber pendanaan masih diijinkan untuk dipakai, hukuman dan sanksi yang semestinya tegas masih bisa dikompromikan dan klub merasa selalu punya uang untuk mengontrak pemain dengan harga mahal sedangkan pemain mudah merasa puas dengan apa yang sekarang sudah dicapai.
Inilah potret sepakbola Indonesia, sebuah stagnanisasi pemikiran mengenai kemajuan sepakbola di Indonesia. Belum ada tokoh revolusioner di dalam tubuh PSSI yang berani merubah wajah sepakbola Indonesia, belum ada pendobrak tatanan sepakbola yang sampai saat ini sudah dianggap mapan. Kunci berkembang atau tidak sepakbola Indonesia berada pada titik ini, kalau belum ditemukan manusia yang mampu mendorong terciptanya iklim sepakbola yang baik di Indonesia, jangan pernah berharap sepakbola Indonesia bisa berprestasi.

FIFA Beri Restu PSSI Tindak LPI

PSSI segera memberhentikan kompetisi tandingan Liga Primer Indonesia (LPI). Keputusan tersebut dilakukan setelah federasi sepak bola tertinggi negeri ini mendapat mandat dari FIFA.  PSSI mengklaim sudah mendapatkan izin tertulis dari FIFA. Surat berisi pemberhentian kompetisi LPI tersebut diterima pada Rabu (9/2) pagi. Sekjen PSSI Nugraha Besoes mengungkapkan, secepatnya permintaan penghentian kompetisi kepada Konsorsium LPI akan diberikan.  ”Kami sudah menerima instruksi tertulis dari FIFA. Mereka memberikan otoritas kepada kami untuk mengambil langkah konkret terkait LPI. Kami akan memberhentikan LPI sesuai isi surat mereka. Dalam waktu dekat, kami akan berkirim surat pembekuan kepada mereka,” kata Nugraha, kemarin.  LPI sudah bergulir sejak Jumat (1/1) di Solo. Kompetisi tandingan tersebut saat ini diikuti 19 klub. Jumlah tersebut menggelembung setelah tiga klub Indonesia Super League (ISL) bergabung. Mereka yang memilih kostum baru LPI adalah Persema Malang, PSM Makassar, dan Persibo Bojonegoro. Sampai laga Minggu (13/2), rata-rata klub LPI sudah menggelar empat pertandingan.  ”Nantinya LPI juga akan dibubarkan karena keberadaannya ilegal. Kami akan ber koordinasi internal dengan anggota Exco (Komite Eksekutif) PSSI lebih dahulu sebelum membubarkan mereka,” lanjutnya.  PSSI sebelumnya sempat mengancam akan membekukan status pemain, pelatih, wasit, bahkan agen bila terlibat dengan kegiatan LPI. Mereka sudah mengeliminasi striker Persema Malang Irfan Bachdim dari timnas.  ”Kami saat ini sudah memiliki kekuatan hukum untuk menindak LPI. PSSI akan menindak LPI dengan regulasi sepak bola, baik yang berlaku di sini juga FIFA,” tandasnya.  Nugraha menambahkan, sikap tegas akan diberlakukan bagi pemain asing yang merumput di LPI. PSSI akan meminta negara untuk mendeportasi pemain asing tersebut. Sebab, keberadaannya menyalahi regulasi.  ”Semua pemain akan ditindak, termasuk pemain asing. Pemain asing akan dideportasi. Keberadaan mereka di sini lemah secara legal karena tidak memiliki dasar hukum jelas. Semua administrasi harus melalui federasi,” tambahnya.  Dukungan dan persetujuan FIFA terkait status ilegal LPI tertuang dalam dua surat berbeda yang dikirimkan kepada Sekjen PSSI. Surat pertama bertanggal 9 Februari 2011 yang diteken oleh Director Member Association and Development FIFA Thierry Reganas. Surat kedua bertanggal 10 Februari 2011 dikirim dari Zurich dan ditandatangani oleh Deputi Sekjen FIFA Markus Katter. Dua surat tersebut sekaligus jawaban atau tanggapan atas dua surat yang sebelumnya dikirimkan oleh PSSI kepada FIFA.  Surat pertama dari PSSI dikirimkan kepada FIFA pada 27 Januari 2011 mengenai tindakan sanksi PSSI terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam LPI yang dinilai ilegal. Sedangkan surat kedua dikirimkan oleh PSSI kepada FIFA pada 1 Februari 2011 tentang hasil Kongres Tahunan PSSI dan mengenai rencana penyelenggaraan Kongres PSSI pada 19 Maret mendatang. Markus Katter dalam surat itu menegaskan bahwa FIFA dapat memahami.  Dengan demikian, badan sepak bola dunia menyetujui tindakan yang telah diambil pengurus PSSI terhadap seluruh pemain, pelatih, dan pengurus klub-klub sepak bola yang mengikuti LPI.  ”Sesuai dengan fungsinya, untuk melaksanakan pengawasan, pengendalian, dan mengorganisasi seluruh kegiatan persepakbolaan di wilayahnya. Maka, tindakan PSSI itu sudah sesuai dengan statuta ataupun peraturan-peraturan PSSI lain yang berlaku,” tulis Markus dalam suratnya itu.  Sementara itu, Thierry dalam suratnya yang juga ditujukan kepada Sekjen PSSI menyatakan bahwa FIFA dapat memahami sanksi yang telah dijatuhkan PSSI terhadap LPI.  ”Kami dapat memahami tindakan sanksi yang dijatuhkan PSSI terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kompetisi yang tidak sesuai dengan permintaan FIFA,” demikian bunyi tulisan Thierry.  Salah satu klub LPI, Persebaya 1927, menanggapi soal restu FIFA ke PSSI dengan santai. Komisaris Utama PT Persebaya Indonesia Saleh Ismail Mukadar mengatakan, jika PSSI memberikan sanksi, tindakan tersebut sudah di luar batas. Masalahnya, Persebaya dan sejumlah klub yang berbelok ke LPI sudah dikeluarkan dari PSSI. Keputusan itu menurut Saleh merupakan sanksi terberat dalam organisasi.  ”Di Bali, kemarin, beberapa tim tak boleh ikut kongres, termasuk Persebaya 1927. Sekaligus sudah ada surat pemecatan untuk tim yang ke LPI. Itu kan sudah sanksi terberat dalam organisasi. Kalau PSSI mau memberikan sanksi lagi, itu jelas lucu. Kami kan tidak lagi di bawah PSSI,” ujar Saleh. (estu santoso/sindo)

Tim nasional sepak bola Indonesia

Tim nasional sepak bola Indonesia pernah memiliki kebanggaan tersendiri, menjadi tim Asia pertama yang berpartisipasi di Piala Dunia FIFA pada tahun 1938. Saat itu mereka masih membawa nama Hindia BelandaHongaria, yang hingga kini menjadi satu-satunya pertandingan mereka di turnamen final Piala Dunia. Ironisnya, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak dan memiliki masyarakat dengan minat yang sangat tinggi terhadap olahraga sepak bola, menjadikan sepak bola olahraga terpopuler di Indonesia (selain bulu tangkis), namun Indonesia tidaklah termasuk jajaran tim-tim kuat di Konfederasi Sepakbola Asia. dan kalah 6-0 dari
Di kancah Asia Tenggara sekalipun, Indonesia belum pernah berhasil menjadi juara Piala AFF (dulu disebut Piala Tiger) dan hanya menjadi salah satu tim unggulan. Prestasi tertinggi Indonesia hanyalah tempat kedua di tahun 2000, 2002, dan 2004, dan 2010 (dan menjadikan Indonesia negara terbanyak peraih runner-up dari seluruh negara peserta Piala AFF). Di ajang SEA Games pun Indonesia jarang meraih medali emas, yang terakhir diraih tahun 1991.

Di kancah Piala Asia, Indonesia meraih kemenangan pertama pada tahun 2004 di China setelah menaklukkan Qatar 2-1. Yang kedua diraih ketika mengalahkan Bahrain dengan skor yang sama tahun 2007, saat menjadi tuan rumah turnamen bersama Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

About Me

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.
twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail